Karya
sederhana ini, kami persembahkan untuk :
1. Ibu dan Bapak tercinta atas segala
limpahan kasih sayang yang tak putus-putus dan tak mungkin bisa tergantikan
dengan apapun. Semoga Allah selalu mengasihi mereka sebagaimana mereka
mengasihiku.
2. Kepada semua guru-guruku, khusus untuk
pak yai Soleh Mahalli sekeluarga yang telah berkenan mendidik dan mengarahkan
penulis selama kami belajar di Probolinggo.
3. Yang terakhir, buat semuanya yang pernah
menghiasi perjalanan hidupku
hingga
saat ini.
PEMBAHASAN.
Tertawa
merupakan sesuatu yang sudah sangat tidak asing dalam kehidupan sehari-hari
dalam masyarakat. Dalam sehari pasti ada orang yang tertawa sendiri ataupun
bersama-sama. Apalagi sekarang ini banyak acara-acara dalam stasiun televisi
yang menyuguhkan adegan-adegan yang mengundang tawa.Terlepas dari hal tersebut,
ternyata Islam secara umum, dengan ditemukannya. beberapa ayat dan hadis, mencoba untuk
“meminimalisir” gejolak tertawa ini.
Terlebih
dalam kajian tasawuf, tawa semakin tidak mempunyai tempat untuk tetap “berjaya”. Al-Quran
sendiri menyinggung mengenai tertawa sebanyak sepuluh kali, lima diantaranya
mengecam adanya tawa ini. Dilain pihak, dengan semakin majunya ilmu pengetahuan
dan teknologi, dalam dunia kesehatan dan psikologi, tawa malah didaulat sebagai
sesuatu yang sangat bermanfaat bagi manusia baik secara fisik, mental, maupun
sosial. Sekelumit perdebatan inilah yang menjadikanpembahasan penulis mengenai
tertawa dalam al-Quran perspektif psikologi ini kiranya menjadi
menarik.
Pokok
masalah yang akan dikaji adalah mengenai tertawa dalam kajian al-Quran dengan
pendekatan Psikologi. Dengan
demikian sebenarnya tertawa adalah sesuatu yang hukum asalnya adalah boleh. Jika itu
berlebihan pasti akan menyebabkan keburukan, tetapi jika dilakukan sesuai
dengan kadarnya, pada situasi kondisi yang tepat, dan dengan motivasi yang
tepat, maka disitulah letak dari manfaat tawa bisa diperoleh. Begitu juga sebaliknya.
Kata
tertawa terdiri dari dua kata. Jika ditulis dengan metode pemenggalan baku bahasa
Indonesia menjadi ter-tawa. Jadi kata dasar dari tertawa adalah tawa. Kata tawa
adalah kata benda, kemudian diimbuhi awalan ter- yang merubah kedudukannya
menjadi kata kerja. Tawa
didefinisikan
sebagai sebuah ungkapan rasa gembira, senang, geli, dan sebagainya dengan
mengeluarkan suara pelan, sedang, atau keras dengan gembira. Bercanda atau tertawa
merupakan bagian dari sikap natural manusia, dan dalam kontruksi
keilmuan berada pada wilayah kajian sosiologis, psikologis, dan
komunikasi. Maksudnya, peneliti menilai bahwa etika bercandadan tertawa tidak
bisa di dekati oleh landasan moral-teologis saja.
Maka,
upaya untuk
membuktikan Islam dalam prinsip “Shalih Likulli Zaman wal Makan”. Islam sebagai sebuah
system yang sempurna mengatur seluruh aspek kehidupan.
Bagaimana
Islam dalam hal ini etos dan etik Nabi Muhammad memandang tertawa dan
bercanda? Bagaimana para ulama menginterpretasi teks Al-Qur’an dan
Hadis lalu memberikan argumentasi. Lalu, terakhir bagaimana kajian
sosiologis, komunikasi, dan psikologi menilai argumentasi dari konsep tertawa dan
bercanda dalam perspektif Islam.
Maka,
untuk itu peneliti
menilai bahwa Konsep Bercanda Dan Tertawa Dalam Persfektif Hadis (Studi
Hadis Maudhu’i) mesti dikupas dan
layak
di lakukan penelitian. Etika
yang mulia memiliki porsi besar dalam Islam, karena Islam adalah agama yang
menghimpun seluruh kebaikan. Dan perkara paling penting yang harus seorang
muslim perhatikan dalam hidup keseharian, adalah mengamalkan sunnah
Rasulullah Saw dalam semua gerak dan diamnya, perkataaan dan
perbuatan sehingga hidupnya berjalan secara sistematik berdasarkan Sunnah
Rasulullah Saw
dari pagi hingga sore hari.
Dan,
terutama tawa dan tangis yang tercipta karena media ini, secara tidak kita
sadari, pembaca menyadari bahwa telah terjadi pergeseran yang begitu jauh dari
tawa dan tangis yang dialami oleh orang-orang pada masa lalu.
Pembaca
pun juga akan menyadari bahwa tawa yang kerap dimaksudkan untuk mengolok-olok,
merupakan tawa orang yang tidak beriman, dimana perbuatan itu pula telah
dikecam dalam Al-Quran. Pembaca
bisa mengetahui tertawa orang beriman, salah satunya dicontohkan oleh Nabi
Sulaiman a.s. yang dikisahkan dalam Al-Quran ketika ia mendengar seekor semut
menyuruh semut-semut lain masuk ke sarang mereka khawatir terinjak pasukan
Sulaiman. Ketika mendengar seruan semut itu, Nabi Sulaiman a.s. tertawa, lalu
berkata, “Ya Tuhanku, berilah aku petunjuk agar aku dapat mensyukuri nikmat-mu
yang telah Engkau limpahkan kepadaku dan kepada kedua orang tuaku dan agar aku
dapat berbuat kebaikan yang akan mengalir sampai anak cucuku. Sungguh aku
bertobat kepada-mu dan sungguh, aku termasuk orang muslim (Q.S. al-Ahqaf: 15)”.
Dimana, tertawa di sini bukan tertawa yang menyebabkan ingkar dan lupa Allah,
melainkan tertawa yang mengantarkan kepada doa dan syukur.
Dan,
hal yang tidak bisa kita lepas saat membaca buku ini, tentunya tawa dan tangis
itu sendiri. Yang maksudnya, kita membaca buku ini bisa tertawa sekaligus
menangis. Tertawa, karena Hasan Tasdelen menyuguhkan pelbagai anekdot yang
diambil dari para penulis karya klasik, dimana, ia juga memberi pesan bahwa
anekdot-anekdot yang disuguhkan pada bagian pertama jangan dinilai sebagai teks
sejarah yang tidak diragukan kebenarannya. Anekdot-anekdot tersebut lebih
bertujuan untuk menghibur, melepas lelah, dan mengistirahatkan pikiran.
Sedangkan,
tangis yang barangkali kita alami, dikarenakan kesadaran kita akan riwayat
mereka dan riwayat kita sekarang. Dimana, ayat-ayat Al-Quran muncul dalam
kesehariannya, dalam setiap percakapan dan lakunya. Jadi, dengan meminjam
pernyataan Hasan Tasdelen, pembaca merasa bahwa buku ini bertujuan pula untuk
“menunjukkan bagaimana Al-Quran berpengaruh terhadap setiap detik kehidupan
orang beriman.”
Dan
Apakah al-Qur'an itu mempunyai sebuah persaan sehingga al-Qur'an itu bisa
menangis ? dan apakah al-Qur'an itu juga bisa tertawa ?
Ya,
tentu saja al-Qur'an sering kali menangis. Kapan al-Qur'an itu menangis ? al-Qur'an
menangis waktu manusia tidak membaca bahkan membuka kitab suci ( al-Qur'an)
lagi, padahal, kita sebagai seorang umat Muslim tau bahwa al-Qur'an yang
nantinya akan menjadi penyalamat kita di akhirat nanti. Tetapi, kenapa masih
saja banyak yang tidak melaksanakannya ( membaca al-Quran ) ? dan apakah
al-Qur'an itu cuman untuk menjadi pajangan saja ?
Dan
kita tau sekarang manusia lebih banyak membaca chatt atau membuka handpone
dibandingkan membaca atau membuka al-Qur'an. Apakah kita mendapatkan pahala ?
dan Apakah sebuah handphone akan menyelamatkan kita di akhirat nanti
?
Dan
apakah diakhirat nanti kita akan ditanyakan pernahkah kamu membuka
handpone atau membaca chatt ? , Tentu saja jawabannya" tidak".
Kita
bahagia didunia namun al-Qur'an menangis karena melihat manusia tidak mau lagi
membaca al-Qur'an.
Jika
diakhirat nanti kita ditanya " pernahkah kamu membaca al-Qur'an" ?
dan kita tidak bisa lagi berdusta . mulut kita berbicara dengan sendirinya. Dan
al-Qur'an pun akan datang dan dia akan berkata yang sebenarnya " dia
tidak pernah membaca saya , dia sibuk dengan dunianya, pekerjaannya, sehingga
dia lupa dengan saya "
Sebenarnya,
sekarang kita mempunyai banyak waktu untuk membaca al-Qur'an. Tetapi, kenapa
kita tidak meluangkan waktu itu untuk membaca al-Qur'an ?
Dan
banyak orang beralasan aku tidak bisa membaca Al-Qur'an karena aku sibuk ,
Subhan Allah
Hari
kiamat nanti Allah akan hadirkan orang-orang yang sibuk dari pada kita, dia
punya anak sepuluh dia berhasil mendidik anaknya menjadi hafiz hafizah, subhan
Allah
Banyak
orang yang punya satu anak, dua anak tidak bisa mendidik anaknya , apa alasan
kepada Allah SUBHANAHU WA TA'ALA di hari kiamat ??
Ketika
Allah bertanya kalian mengatakan " aku sibuk " aku tidak
punya waktu , apa alasan kita kepada Allah subhanu wa ta'ala ?? kita berkata
" nggak punya waktu ke mesjid "
Allah
datangkan ini orang tidak punya kaki rajin ke mesjid. Apa alasan kita "
aku tidak punya waktu baca Al-Qur'an ". Allah datangkan orang-orang buta
ini hamba-Ku buta tidak bisa melihat dia hafal Al-Qur'an. Mau kemana kalian
lari ?
Kita
sebagai umat seorang umat Muslim tau bahwa al-qur'an itu adalah kitab suci
kita. Dan kita tau kalau mendengerkan seseorang membaca al-Qur'an saja kita
mendapatkan pahala apa lagi kita yang membancanya. Tetapi masih saja kita tidak
melaksankannya.
Apakah
kita akan rugi jika kita meluangkan waktu kosong kita untuk membaca al-Qur'an ?
tentu "tidak" bukan.
Jadi,
apakah kalian masih males membaca al-Qur'an ?
Jika
kalian mau al-Qur'an menyelamatkan kalian waktu di akhirat nanti. Maka mulailah
membaca al-Qur'an ubahlah kebiasaan males kalian untuk membaca
al-Qur'an.
Kapan
al-Qur'an itu tertawa ?
Al-qur'an
sangat bahagia melihat umat manusia membaca al-Qur'an, dan diakhirat
kita. Al-Qur'an tertawa bahagia saat kita melantunkan ayat-ayat suci
al-Qur'an. Dan kita pun akan merasa tenang waktu melantunkan nanti dialah akan
menjadi penyalamat ayat-ayat al-Qur'an.
Al-Qur'an
sangat bahagia waktu kita menyentuhnya dan membacanya. Tetapi, jika kita tidak
menyentuhnya maka al-Qur'an akan menangis atau bersedih. Sudah kita ketahui
bahwa al-Qur'an lautan hikmah tanpa tepi bagi siapun yang menyelaminya, obat
bagi segala penyakit, dan pedoman dalam menjalani hidup yang fana ini.
Safina Fitriani
Divisi Fahmil
Salam Prestasi!!!